Hidup adalah Kualitas

Selasa, 21 Juli 2020

UJIAN 01
Percaya atau tidak bahwa LUCK FACTOR itu ada, bagaimana untuk memperolehnya, bisa kita bicarakan dengan basis SEFT yang berbasis pada Al Quran. Sederhananya begitu. Saya tidak ingin membahas hal ini. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan sekali lagi hal yang sama. Apa itu ? Allah SWT izinkan saya beroleh sedikit ilmu. Selesai itu, Allah SWT kirimkan penerapannya. Saya meyakini itu.
Sepulang dari pelatihan itu, adalah hal yang melelahkan karena perjalanan panjang dari kota kecil untuk sampai ke bandara butuh 4 - 6 jam, lalu kebutuhan pesawat dengan tiket murah biasanya memaksa menginap di bandara. Lanjut training non stop selama 3 hari dan jauh dari penginapan, selesai itu mesti berlari mengejar pesawat pertama dari Soetta di sepertiga malam terakhir agar dapat yang murah. Jadi, namanya selesai training itu badan rasanya sudah gak karuan. Pun, untuk kegiatan kali ini. Pagi bangun tidur, handphone berdering. Begitu diangkat, ternyata teman menyampaikan ada teman dekatnya (katakanlah B) yang bermasalah. Anak perempuannya mau nikah, tanpa kehadiran B. Wah, rasanya badan masih gak karuan. Ku minta teman ku menelpon B agar dia menelpon langsung saja ke saya biar jelas duduk persoalannya.
Tak lama B menelpon ke hp saya. Persoalannya : anak perempuannya mau menikah tanpa kehadirannya sebagai wali. Begitu penjelasannya. Saya minta waktu untuk bertemu. Lalu kami bertemu. Saya jelaskan pada B, pernikahan tidak mungkin dilakukan tanpa kehadiran ayah dari pihak pengantin perempuan. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa anaknya tak ingin ayahnya menjadi wali permikahannya ? benarkah demikian ? Siapakah yang menyanggupi menjadi wali sehingga memungkinkan pernikahan besok itu menjadi sah ?
Ketika obrolan masuk sebagai adanya C yang menyanggupi bahwa tanpa B, pernikahan bisa berlangsung...C lewat di hadapan dengan motornya. Seketika B berteriak teriak. C datang, kami bersalaman, saya tanyakan pada C benarkah duduk persoalannya demikian. Rupanya penjelasan ke dua orang tersebut yang ngotot membuat keduanya hampir baku hantam. Saya sudah tidak mengingat usia lagi, saya ingatkan untuk diam di tempat dan dengarkan saya bicara. Rupanya Allah SWT membantu, keduanya diam dan mendengarkan penjelasan saya (terima kasih yaa Alloh).
Rupanya keduanya tetap keras kepala. B tidak mau hadir sebagai wali pernikahan, dan C tetap mau menikahkan anak B tanpa kehadiran B. Saat mau pulang saya cuma minta agar C mengajak anak B dan calon suaminya menemui B di mushola sampaikan baik-baik keinginan nya.
Setelah C pulang, saya dan B masih berbincang masalah kelapangan hati dan hilangnya nilai spiritual. B tetap gak mau nikahkan anaknya karena anaknya hilang kesopanan dan punya utang padanya. Tentu pernyataan nya mengagetkan. Dari zaman ke zaman biasanya orang tua mengalah kepada anak, kali ini tidak. Setengah jam berbicara tetap saja jawabannya tidak.
Lama saya merenung ketika ia bersikeras untuk keputusannya. Akhirnya saya menjawab, "Bang, kita menginginkan hal terbaik di dunia ini adalah ridho Allah. Diciptakannya kita pun hanya untuk beribadat kepadanya. Hari ini saya bertemu dengan abang, juga kehendak Nya, untuk apa saya gak tau pasti, yang saya tau kita harus punya kemanfaatan buat orang lain". Dia masih diam. Saya melanjutkan, "kalau Nabi dan Rasul aja mengalami penolakan untuk ajakan kebenaran, apalagi saya yang dhoif ini. Cuma ada yang harus saya lakukan, yaitu menyampaikan. Kalau abang tidak hadir maka jatuhnya zina pada pernikahan anak abang bisa terjadi. Tidak sahnya secara agama akan jadi masalah. Betapa kisah Nuh, Luth cukup mengingatkan saya betapa lemahnya seorang yang beriman jika hidayah itu tidak dikehendaki oleh Alloh jatuh pada orang yang diinginkan." Dia masih diam.
Ketika saya ulang bertanya, dia tetap TIDAK MAU. Saya berucap, "Ini adalah terakhir kali orang tak berilmu ini menyampaikan untuk melepaskan kewajiban yang ada, sungguh jika kewajiban itu tidak pernah saya ketahui niscaya saya tidak akan mencampuri urusan ini sampai sejauh ini. Pulanglah bang, sholat lah, dan bermohon kelapangan, sesunguhnya hanya Alloh jua yang dapat membuka hati abang...bukan siapa siapa." Kami pun bubar.
Satu minggu kemudian, ia datang ke rumah. Dengan klakson motornya ia memanggil dari luar pagar. Hari itu habis sholat Jumat, biasanya saya selalu pulang setelah ngobrol ba'da jumatan. Tapi hari itu saya langsung pulang, sehingga tanpa saya ketahui B mencari saya hingga sampai ke rumah. Ia mengucapkan terima kasih, karena paginya setelah pertemuan itu ia mendatangi anaknya untuk menjadi wali nikahnya. Saya sempat tersendat untuk bersuara karena tak mengira ia akan lakukan itu.
ALLAHUAKBAR !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar