Hidup adalah Kualitas

Selasa, 21 Juli 2020

Bukan Kejadian Biasa 04
Kami anak anak beliau selalu mengajak mengobrol bapak dan ibu mengajak pindah. Namun itu tidak mudah, kami pun memahami itu. Saya masih bolak balik Jakarta untuk urusan pekerjaan. Saudara saudara saya semua ada di pulau Jawa setelah berumah tangga. Pekerjaan jua yang membuat keputusan itu diambil.
Tahun 2012, saat saya di Jakarta guna mempersiapkan kemungkinan tinggal disana sehingga bapak dan ibu bisa dekat dengan kami anak anaknya, Allah SWT memanggil beliau. Meskipun saya tau bahwa Allah SWT berhak memanggil beliau kapan saja, namun kesedihan mendalam tetap terasa bahkan hingga kini. Pada saat itu, saya sedang mengerjakan software peralihan Pajak Bumi dan Bangunan Pemerintah Kota Dumai yang diberikan oleh Dirjen Pajak Kemenkeu. Namun kesedihan itu bisa diredam, karena melihat kondisi ibu. Ibu yang dalam penyembuhan dan penguatan diri setelah terkena stroke, harus kuat secara mental dan fisik. Alhamdulillah, kiranya Allah SWT berkenan.
Setelah pemakaman bapak di TPU Duren Sawit Jaktim selesai, kiranya saya mengucapkan banyak terima kasih pada sahabat--sahabat di Dumai dan juga mbak Ani dengan jajarannya semoga Allah SWT mencatat amal baik ini sebagai hal yang di ridhoi Nya, ibu bersama kami anak-anaknya. Kapan waktu ada di Jakarta, Bandung, dan Cirebon. Dimana yang ibu kehendaki, kami berusaha memenuhinya.
Pertanyaan yang menggantung di kami tetap sama, “Konsumsi obat selama ini kenapa tidak menyelesaikan keluhan penyakit ? Apa arah obat tidak ke pangkal masalah ?”. Saya kira wajar pertanyaan ini dimunculkan. Bagaimana pengobatan dikatakan mengobati jika di awal muncul penyakit pasien mengkonsumsi 1 atau 2 jenis obat, lalu perjalanan waktu malah membuat pasien mengkonsumsi tambahan jumlah dan jenis obat ? Saat itu, penanganan stroke ibu masih menggunakan obat kimia kembali. Efek terbesar ketika mengkonsumsi obat ini adalah ibu menjadi lemas. Setelah berkonsultasi dengan dokter, obat ibu jadi dikurangi. Saya menemukan bahwa obat yang dikonsumsi ibu ternyata mempunyai kandungan untuk menenangkan pikiran. Setelah cross check ini, saya menanyakan kewajiban konsumsi obat ini ke dokter. Jawaban yang diberikan kali ini berbeda, jika tidak merasakan perlu ya tidak usah digunakan. Apalagi jika menimbulkan pusing dan mual.
Ibu akhirnya kami terapi dengan metode sendiri, yang penting diajak ngobrol dan aktifitas yang beliau sukai. Alhamdulillah, di rumah adik yang di Cirebon, ibu sering berjalan dan bermain bersama cucu. Bila ibu ingin ke Jakarta, ibu dijemput oleh mas atau diantar oleh adik. Rutin aktifitas ini berlangsung, yang penting happy. Kiranya Allah SWT menguatkan ibu hingga bersama saya bisa kembali ke Dumai untuk melihat rumah lama dan bertemu teman pengajian beliau. Suasana haru mewarnai ibu ibu pengajian. Alhamdulillah bisa bertemu. Namun itu tidak lama, karena saya mengajak ibu kembali ke Jakarta. Saat itu Kota Dumai sudah mulai muncul tanda-tanda bencana asap.
Setelah sampai di Jakarta, memang bencana asap itu mengurung kota Dumai dan sekitarnya. Beberapa waktu ibu tinggal bersama saya. Ketika memasuki bulan Ramadhan, ibu minta diantarkan ke rumah adik di Cirebon.
Tahun 2013, sekitar 17 Ramadhan, Allah SWT memanggil ibu. Rasa sedih yang mendalam kembali menyelimuti, karena tidak ada di samping ibu saat dipanggil Allah SWT. Adik bercerita tentang hari terakhir ibu. Seperti biasa, ibu selalu menunggu adik pulang dari kantor. Saat itu jam 22.00 malam. Sesudah menanyakan adik sudah makan atau belum, ibu kembali melanjutkan tidur. Mungkin lelah, tapi karena adik belum pulang ibu menunggu. Sore sebelumnya, ibu membuat bukaan puasa untuk diantar ke masjid dekat rumah. Saat itu ibu sudah bisa sholat berdiri, jadi sedianya kami akan berkumpul bersama dan shola ied bersama, di Jakarta atau di Cirebon. Rupanya Allah SWT punya kehendak lain. Semoga bapak dan ibu husnul khotimah, dan kami keturunannya dapat menjadi amal ibadah bagi beliau kelak.
Perjalanan tanpa bapak dan ibu tetap tak mengurangi semangat saya untuk mencari informasi masalah penyakit, terutama diabetes mellitus dan stroke. Tahun 2019, rupanya Allah SWT berkenan memberikan informasi solusi pengobatan. Ketika mengawasi pekerjaan pembangunan masjid, informasi itu sampai. Ada pengobatan tanpa alat, tanpa operasi, tanpa obat, dan tanpa jimat. Akhirnya saya mengikuti pelatihan pengobatan ini. Proses yang punya basis penyembuhan dari Al Quran ini benar benar membuka cara berpikir saya. Betapa semua penyakit memang ada obatnya. Jika Allah SWT berkehendak maka jadilah ia. Kita cukup berikhtiar seoptimal mungkin. Perjalanan itu akhirnya membuat saya menjadi seorang terapis / PAZtrooper. Keyakinan itu makin bertambah, saat melakukan terapi pada pasien jantung coroner, asma, syaraf terjepit, stroke, asam urat akut, jantung bocor pada anak-anak, speech delay, diabetes, ginjal, kanker, autis, autoimun, scoliosis, dan lain lain. Setidaknya pasien dengan keluhan tersebut sudah saya tangani. Semoga ini makin mendekatkan diri kepada ridho Allah SWT. Aamiin YRA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar