Hidup adalah Kualitas

Kamis, 21 April 2011

Sebuah Perjalanan

Tidak terasa pergantian waktu yang kita lalui. Dari detik demi detik yang dianggap tidak berharga hingga pergantian tahun yang dirayakan dengan hingar bingar. Pada akhirnya kita sibuk dan larut dalam pengakuan keberadaan kita, semua harus memahami kita. Jika orang lain tidak memahami kita maka kita dengan mudah memberikan cap 'negatif'. Sungguh cepat bahkan teramat cepat.

Alasan ekonomi menjadi suatu percepatan pembentukan karakter ini. Ketidakseimbangan kepemilikan materi dengan tindakan konsumtif kita meregangkan hubungan 'persaudaraan' lalu pada akhirnya kita 'dijemput'.

Status kepegawaian terkadang menjadi alasan untuk meminimalkan konteks hidup yang sebenarnya. Hablumminallah wa habblumminannas. Kita lupa. Perintah atasan lebih kuat memberikan penetrasi keadaan ke hidup kita. Lalu apa kita harus berwiraswasta untuk me-'nomor satu' kan hal yang wajib ? Tak kurang yang berwiraswasta juga mengalami hal yang sama. Kita selalu takut kekurangan atau takut hilang momen.

Kalau ada yang menuliskan bahwa ia bisa memberikan ayam bertelur emas, maka bisa dipastikan banyak orang akan bertanya 'dimana mereka dapat membelinya ?'. semua itu tidak lain agar kenyamanan hidup dimasa mendatang terjamin. Apa ada ? Ya ada. Tinggal konteksnya apa ? Makna hidup atau arti sesungguhnya.

JIka makna hidup yang dikedepankan maka itu semua sudah include di dalam diri kita. Setiap kebaikan yang kita berikan pada orang lain akan menghasilkan 'emas' atau sesuatu yang berharga dikemudian hari. Kalo masalah panen hasil serahkan aja ke Yang Kuasa.

Dalam arti sesungguhnya dapat dikatakan sesuatu yang dapat kita berikan dan membantu orang lain supaya dekat ke Yang Kuasa, adalah hal yang menghasilkan. Beberapa sahabat pernah berujar, sungguh menjadi sangat biasa apabila orang kaya / orang yang dalam keadaan berpunya berderma NAMUN SANGAT LUAR BIASA jika saat kita tidak berpunya kita masih dapat berderma. Jangan takut habis, yakin itu semua Ada Yang Mengatur. Jadi ayam bertelur emas itu adalah hati kita yang kita pelihara supaya berjalan tetap sesuai aturan-Nya.

Jika kita merasa hebat, jangan pernah mengecilkan orang lain. Jika kita berhasil membesarkan orang lain maka pengakuan itu akan datang dengan sendirinya. Jika kita pemimpin jangan membebani kesalahan pada orang lain, karena pemimpin adalah yang mengarahkan bawahan. Semakin besar kita mengatakan kesalahan ini karena orang lain, maka semakin nyata kita bukan siapa-siapa.