Hidup adalah Kualitas

Minggu, 19 April 2009

PEMIKIRAN SAYA



RENUNGAN HIDUP I
Oleh : Agus Trisulo

Manusia punya rasa takut. Takut memang manusiawi. Tidak perlu sombong, semua manusia pernah merasakan rasa takut. Seberania apapun orang tersebut pada satu masa ia akan merasakan kondisi di mana takut menyelimuti dirinya. Kali ini kita akan membahas rasa takut manusia dalam menghadapi sesuatu.

Rasa takut manusia dapat berarti positif, dapat pula negatif. Secara bahasa dan kebiasaan dikalangan masyarakat, seseorang yang dijuluki penakut memang bermakna negatif. Namun, bila ditilik lebih lanjut rasa takut dapat menghasilkan aktifitas positif. Tidak percaya ?

Rasa takut dapat berdampak positif apabila ia ditempatkan dalam konteks yang tepat. Seorang mahasiswa takut tidak lulus ujian, maka ia berusaha semaksimal mungkin untuk belajar sehingga ia dapat lulus dengan baik. Seorang pegawai takut untuk korupsi sehingga ia tidak jadi memakan hak orang lain dan menyengsarakan banyak orang akibatnya. Begitulah manajemen sederhana yang dengan tepat meletakkan rasa takut menjadi bagian positif dalam hidup kita.

Tidak dapat dipungkiri dalam diri manusia ada rasa takut yang dominan hinggap dikehidupannya, diantaranya rasa takut miskin, takut tidak terhormat, dan takut mati. Apabila seseorang memiliki rasa takut ini secara berlebihan maka ia terjangkit suatu penyakit yang disebut dengan NARSISME. Suatu penyakit di mana seseorang mencintai dirinya secara berlebihan. Ia tidak mempedulikan orang lain selain dirinya. Itulah penyakit yang oleh Rasulullah saw disebut dengan wahn, yang hubbud dunya wa karahiyatul maut, yang berarti cinta dunia dan takut mati. Mari kita renungkan satu per satu. J

1. TAKUT MISKIN
Siapa sih orang yang mau miskin ? Kalau dapat ya kaya , bisa ngerasakan semuanya, masuk surga lagi J. Namun kaya adalah suatu cobaan pula. Ingatlah kisah Qarun sebagaimana diuraikan dalam Al-Quran, yang mencintai hartanya sehingga menjadi hilang iman, sehingga ditenggelamkan oleh Allah SWT. Ia mempunyai sifat kikir, bakhil, pelit, selalu takut bersedekah. Tipikal manusia semacam ini selalu khawatir akan hilangnya materi yang dimilikinya. Tidak ada dalam pikirannya janji Allah SWT (Al-Baqarah : 261)




Artinya : “Perumpamaan seseorang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”

Nabi Muhammad saw dan para pendahulu Islam adalah orang-orang yang gemar bersedekah tanpa takut menjadi miskin. Nabi Muhammad saw bahkan tidak pernah mengatakan “tidak” apabila ada seseorang yang meminta sesuatu darinya. Dan saat memberikannya pun tidak perhitungan. Saat seorang Arab Badui (yang belum masuk Islam) meminta sedekah, Beliau langsung memberikan sedekah kambing yang jumlahnya kira-kira sebanyak kambing yang ada di antara dua bukit. Kontan, orang tersebut sangat bersuka cita dan mengabarkan ke kaumnya untuk masuk Islam. Mari kita renungkan, hanya dengan satu sifat mulia yang diterapkan dalam kehidupan ini, maka dampaknya sangat luar biasa.

Agama Islam sangat mencela sifat kikir dan memuji sifat dermawan. Seorang muslim yang dapat mengalahkan sifat kikir dalam dirinya dan menggantikannya dengan sifat dermawan tidak akan terkena penyakit takut miskin. Sifat dermawan berfungsi sebagai penghalang dari rasa takut, yakni takut miskin. Jadi kalau seseorang takut miskin, solusinya perbanyaklah berderma dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih kecuali ingin mendapatkan ridha Allah SWT. Insya Allah, perasaan takut miskin tersebut akan hilang dengan sendirinya.

2. TAKUT TIDAK TERHORMAT
Pada diri manusia ada suatu naluri yang dlaam bahasa Arab disebut dengan gharizatul baqa. Terjemahan bebasnya kira-kira ‘naluri untuk mempertahankan diri’. Pada awalnya, naluri ini adalah bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan. Secara primitif adaptasi ini adalah penyesuaian diri agar dirinya tidak punah. Proses seleksi alam akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang terus bertahan hidup. Prinsip yang terkuatlah yang dapat bertahan merupakan cerminan dari naluri ini.

Naluri ini menjelma menjadi naluri untuk eksis di tengah-tengah lingkungannya, sehingga ia timbul sebagai naluri untuk diakui keberadaaanya (eksistensinya) melalui kompetisi dengan manusia lain. Salah satu bentuk pengakuan adalah bahwa manusia ingin dihormati.

Agar selalu dihormati manusia lainnya, maka manusia akan mengembangkan potensi dirinya. Namun apabila naluri ini berlebihan dalam diri manusia, ,maka akan timbul berbagai sikap negatif sebagai akibat menguatnya naluri tersebut. Di sisi lain, ketakutan akan menjalari dirinya apabila naluri tersebut tidak terpuaskan. Ciri-cirinya adalah timbulnya kecemasan akan segala sesuatu. Ia menjadi manusiawi apabila tidak berlebihan, karena apabila sesuatu berlebihan maka berakibat tidak baik.

Pada zaman sekarang ini, banyak manusia menutupi kekurangannya agar menjadi orang yang terhormat atau minimal tidak direndahkan. Meskipun ia berlumuran dengan dosa, sedapat mungkin ia akan tampil rapi sehingga tidak diketahui publik. Kegigihan sesorang untuk menutupi kekurangan dikarenakan ia takut kehilangan kehormatannya.

Islam mengajarkan agar dalam menghadapi segala sesuatu setelah berusaha semaksimal mungkin, ia harus selalu ridha. Ia ikhlas menerima segala sesuatu sebagai takdir baginya atau balasan yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, dalam Islam seseorang yang terkena musibah, jika ia ridha ia akan berkurang dosa-dosanya tanpa minta ampunan secara khusus.

Dalam menghadapi sesuatu, seorang muslim harus juga tawakal. Ia hanya menggantungkan dirinya kepada Allah SWT semata, sehingga apa yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik baginya. Ketawakalan pada dirinya selalu diimbangi usaha keras tanpa pamrih. Pada saat hasilnya sesuai dengan harapannya, ia kan bersyukur. Alhamdulillah. Namun jika tidak sesuai, atau bertolak belakang dengan harapannya, maka ia cukup beristigfar dan mencari hikmah dibalik peristiwa yang terjadi. Ia tidak takut kehormatan dirinya akan hilang karena ia HANYA PERLU KEHORMATAN DI HADAPAN ALLAH SWT.

Jadi, seseorang yang dihinggapi penyakit takut tidak terhormat karena kejadian-kejadian yang menimpa dirinya, maka hendaklah ia ridha dan tawakal atas semua yang menimpa dirinya . Keridhaan akan menghapus rasa takut itu dan bahkan menimbulkan semangat baru untuk tetap berjuang.

3. TAKUT MATIHampir setiap orang merasakan takut akan mati. Buat orang biasa, takut mati biasanya dipicu karena merasa belum siap bertemu dengan Allah SWT. Amalnya masih sedikit, dosa-dosanya bejibun, belum terhapus. Ada pula yang takut karena cerita-cerita klenik di alam kubur kelak. Tak sedikit yang takut karena

meninggalkan keluarga , bisnis, atau harta bendanya. Orang yang tak jelas arah hidupnya pun takut akan mati, meskipun ia tidak mempercayai adanya kehidupan setelah mati.

Mati adalah hal yang sering ditakuti sebagian besar manusia,. Ia akan mengakibatkan kepanikan tatkala menderita sakit. Apalagi jika ia menderita sakit keras, tekanan pikirannya menjadi bertambah. Bagi masyarakat perkotaan tingkat kecemasan menjadi jauh lebih tinggi. Padahal kematian adalah sesuatu hal yang pasti. Ia dating kapan saja dan di mana saja manusia itu berada. Ia tidak memandang umur, jenis kelamin atau status sosial. Kalau waktunya tiba, maka maut tak dapat ditentang, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran (Al-Munafiqun : 11)

Artinya “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Alllah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.”

Jangankan memajukan atau mengundurkan waktu datangnya kematian, menghindarkan diri darinya saja manusia tidak akan bisa meskipun ia bersembunyi disebuah bangunan yang kuat lagi kukuh sebagaimana firman Allah SWT dalam (An-Nisaa’: 78) :
Bagi seorang muslim kematian adalah gerbang untuk berjumpa dengan kekasihnya. Kematian adalah syarat ia menemukan hal-hal yang serba indah dan nikmat. Allah SWT adalahTuhan yang kita kasihi. Ia adalah Zat Yang Maha Indah. Sudah selayaknya kita menyambut-Nya dengan rasa gembira. Memang kematian menakutkan, namun tidak bagi seorang yang beriman.

Bagi yang mengerti arti perjumpaan tersebut, seyogyanya amal ibadahnya diperbanyak, kehidupannya diperbaiki, sehingga mengingat kematian justeru berakibat positif yaitu untuk meningkatkan amal kebaikan kita.

Rasa takut merupakan salah satu penghalang seseorang dalam menemui siapa yang dicintainya. Perasaan seperti itu harus diminimalisasi dalam kehidupan manusia, sehingga tidak mengganggu dalam beramal. Rasa takut yang berlebihan akan menyengsarakan manusia dan menjauhkan dirinya dari Allah SWT. Bahkan Rasulullah saw sampai menyebut rasa takut sebagai penyakit yang berbahaya. Dalam sebuah hadits dikatakan penyakit itu bernama al-wahnu, yaitu cinta dunia (takut miskin, takut tak terhormat) dan takut mati.

Marilah kita renungkan dengan mendalam, tentang rasa takut yang ada pada diri kita. Mudah-mudahan rasa takut yang ada tidak menghalangi kita untuk memperoleh ridho Allah SWT. Amin, amin ya rabbal ‘alamin.